Senin, 27 Desember 2010

dede

Dalam tingkat nasional, perkembangan pariwisata belum berkembang secara merata dan optimal, sehingga terjadi ketidakseimbangan pertumbuhan sektor pariwisata. Kondisi yang demikian ini juga dijumpai di Serang, dimana sektor pariwisata berkembang cukup pesat pada satu daerah. Sementara di daerah lain yang potensinya layak dikembangkan belum dimanfaatkan secara optimal. Tujuan yang akan dilakukan yaitu, membuat perancangan sistem informasi pariwisata berbasis Web di Kabupaten serang. Usaha untuk mempromosikan dan mengenalkan wisata Kabupaten Serang kepada masyarakat luas, Dengan promosi wisata ini diharapkan menarik wisata di Kabupaten Serang yang dapat menambah pendapatan daerah. Metode penelitian yang digunakan interview yaitu, metode pengumpulan data dengan melakukan tanya-jawab sedangkan observasi yaitu, mengadakan penelitian langsung kepada badan pemberdayaan masyarakat. Dalam pembangunan website ini menggunakan metode pengembangan sistem Prototipe yang terdiri dari pengembangan, mendefinisikan, perancangan kilat. Tampilan website menggunakan bahasa pemrograman PHP dengan editornya menggunakan Ultra Edit, DBMS MySql, dan menggunakan Apache sebagai web servernya. Tampilan web ini memanfaatkan fasilitas gambar, Informasi pariwisata dengan menggunakan internet diharapkan dapat menambah minat masyarakat luas terhadap objek wisata di Kabupaten Serang. Website ini dapat dijadikan sebagai sarana promosi terutama ke mancanegara dari berbagai informasi yang disediakan sehingga berpengaruh terhadap jumlah pengunjung objek wisata Kabupaten Serang.

Daya tarik kepariwisataan tersebut secara garis besar diklasifikan dalam wisata alam, wisata sejarah dan budaya, wisata buatan (binaan), serta kehidupan masyarakat tradisional (living culture). Hingga saat ini telah diidentifikasi keberadaan 241 obyek wisata yang terdiri dari obyek wisata kategori alam (60 obyek) dan obyek wisata kategori buatan (181 obyek). Secara kewilayahan, pola pengembangan pariwisata Provinsi Banten terdiri dari Kawasan Wisata Pantai Barat, Kawasan Wisata Ziarah, Kawasan Wisata Pantai Selatan dan Kawasan Wisata Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Provinsi Banten (Diparsenibud 2004) telah ditetapkan 18 kawasan pengembangan pariwisata yang tersebar di seluruh kabupaten/kota berdasarkan hasil pengelompokan (clustering) obyek-obyek wisata yang ada.

Dari 18 kawasan pengembangan pariwisata yang ditetapkan tersebut, sebagian telah bertumbuhkembang menjadi obyek wisata nasional maupun internasional, seperti Kawasan Pantai Anyer-Carita-Tanjung Lesung, Living Culture Baduy, dan TNUK. Namun bertumbuhkembangnya kawasan wisata secara umum masih terkonsentrasi pada wilayah utara dan barat Provinsi Banten. Sedangkan kawasan-kawasan pengembangan wisata di wilayah selatan belum bertumbuhkembang terutama disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur (transportasi dan akomodasi wisata). Meskipun kinerja pariwisata daerah melalui indikator laju pertumbuhan tamu nusantara dan tamu mancanegara pada hotel bintang dan non bintang mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2002-2004 masing-masing 40,84% dan 40,25% per tahun, namun rata-rata lama menginap tamu mancanagera menunjukkan kecenderungan stagnan, yaitu dari 4,96 hari (2002), 4,99 hari (2003) dan 4,12 hari (2004) dan 2,98 hari (2005). Disamping itu, proporsi kunjungan tamu nusantara dan mancanegara pada hotel bintang dan non bintang di wilayah selatan (Kabupaten Pandeglang dan Lebak) hingga tahun 2005 masing-masing hanya sebesar 23,84% dan 11,47%

A. Penanaman Modal

Meskipun terjadi kecenderungan penurunan investasi (PMA dan PMDN) selama periode 2002-2004, yang mendudukkan nilai investasi hanya sebesar Rp. 2,9 trilyun melalui 36 proyek hingga tahun 2004, namun pada tahun 2005 realisasi investasi dapat ditingkatkan kembali menjadi Rp. 13,59 Trilyun melalui 102 proyek. Pencapaian nilai proyek investasi pada tahun 2005 tersebut telah menempatkan Banten sebagai tujuan investasi tertinggi di tingkat nasional. PMA mendominasi nilai dan jumlah proyek investasi dengan rata-rata kontribusi per tahun masing-masing 68,33% dan 80,52% per tahun, dimana hingga tahun 2006 tercatat realisasi nilai PMA sebesar Rp. 6,06 Trilyun melalui 75 proyek, baik yang bersifat investasi baru maupun perluasan investasi.

Berdasarkan realisasi investasi dalam kurun waktu 2002-2006, orientasi lokasi PMA khususnya tertuju pada Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang, dimana masing-masing sekitar 68,33% dan 21,67% terhadap jumlah realisasi PMA. Orientasi PMA terhadap Kabupaten Serang dan Kota Cilegon masing-masing hanya sekitar 6,67% dan 3,33%. Realisasi PMA di Kabupaten Lebak selama kurun waktu tersebut tercatat hanya 1 proyek dengan nilai 230.655 US$, sedangkan di Kabupaten Pandeglang realisasi PMA sama sekali belum ada. Demikian halnya dengan realisasi PMDN yang terorientasi di Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Tangerang, dimana masing-masing menyerap sekitar 42,11%, 31,58% dan 21,05% dari seluruh realisasi PMDN 2002-2004.

Sektor usaha yang diminati melalui investasi masih terkonsentrasi pada sektor usaha perdagangan dan reparasi (sekitar 20,33% dari jumlah proyek PMA), industri logam dasar, barang dari logam, mesin dan elektronika (17,01%), industri karet, barang dari karet dan plastik (9,96%), industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi (9,96%), dan industri tekstil (7,47%). Minat usaha melalui PMA dalam mendorong mengembangkan usaha berbasis sumberdaya lokal atau yang menyentuh sektor-sektor ekonomi yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat (pertanian) sudah mulai tumbuh namun dalam kapasitas yang masih relatif kecil, antara lain diperlihatkan dengan adanya persetujuan proyek PMA pada sektor usaha pertanian hortikultura, sayuran dan bunga (1 proyek), industri pengolahan, pengawetan buah-buahan dan sayuran (1 proyek) serta industri tepung dan pati (1 proyek).

B. Perindustrian

Terjadi penurunan jumlah industri dalam kurun waktu 2001-2003, dari 1.664 perusahaan (2001) menjadi 1.576 perusahaan (2003) dengan laju penurunan rata-rata per tahun 2,67% atau sekitar 44 perusahaan yang menutup usahanya per tahun. Penurunan jumlah industri hampir terjadi di seluruh kabupaten/kota, kecuali di Kabupaten Tangerang yang mengalami peningkatan 0,97%. Tingkat penurunan jumlah industri di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang cukup tinggi, dimana masing-masing mencapai 45,00% dan 14,15%. Penurunan jumlah industri tersebut berimbas pada menurunnya jumlah tenaga kerja yang terserap, dengan laju penurunan rata-rata per tahun 1,42%, dimana tingkat penurunan tertinggi terjadi di Kota Cilegon (38,11%) dan Kabupaten Pandeglang (9,65%).

Berdasarkan perbandingan antara jumlah tenaga kerja dengan jumlah perusahaan pada 22 golongan industri yang ada di Provinsi Banten menunjukkan sekitar 98,16% perusahaan yang ada tergolong dalam industri besar (menyerap tenaga kerja lebih dari 100 orang), sisanya 1,59% perusahaan tergolong dalam industri menengah (menyerap tenaga kerja 20 sampai 99 orang). Dalam hal nilai tambah yang dihasilkan industri hingga tahun 2003, meskipun menunjukkan peningkatan dari Rp. 29.320,56 Milyar (2001) menjadi Rp. 34.845,41 Milyar (2003), namun proporsi nilai tambah antara industri besar dengan industri menengah menunjukkan kesenjangan yang cukup tinggi, yaitu masing-masing 99,77% dan 0,23%.

Nilai impor bahan baku, bahan antara (intermediate), dan komponen untuk seluruh industri meningkat dari 28 persen pada tahun 1993 menjadi 30 persen pada tahun 2002. Khusus untuk industri tekstil, kimia, dan logam dasar nilai tersebut mencapai 30-40 persen, sedangkan untuk industri mesin, elektronik dan barang-barang logam mencapai lebih dari 60 persen. Tingginya kandungan impor ini mengakibatkan rentannya biaya produksi terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah dan kecilnya nilai tambah yang mengalir pada perekonomian domestik (Perpres No. 7 Tahun 2004 Tentang RPJM Nasional 2004-2009). Sesuai dengan jenis industri yang mendominasi di Provinsi Banten, maka kondisi ini diperkirakan turut mewarnai permasalahan lemahnya struktur industri di tingkat daerah.


C. Perdagangan

Posisi strategis Provinsi Banten yang merupakan gerbang barat Pulau Jawa (sebagai simpul rantai distribusi dari Pulau Sumatera menuju Pulau Jawa dan sebaliknya), berada dekat dengan perlintasan pelayaran internasional (Selat Sunda merupakan jalur ALKI yang menghubungkan antara Asia Barat dan sekitarnya dengan Asia Pasifik), serta berbatasan langsung dengan pusat pemasaran nasional yaitu DKI Jakarta. Pelabuhan Merak merupakan salah satu dari 6 (enam) pelabuhan di Pulau Jawa dengan volume dan nilai ekspor tertinggi (Statistik Indonesia 2002). Selanjutnya pelabuhan-pelabuhan besar di Provinsi Banten merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) pelabuhan di tingkat nasional dengan volume angkutan tertinggi.

Volume ekspor pada tahun 2005 mengalami penurunan yaitu dari 1.274.510 ton (2000) menjadi 1.000.092 Ton (2005), akan tetapi dari nilai ekspor (USD) selama kurun waktu tersebut mengalami kenaikan 17,49% atau USD. 478.464.506. pada tahun 2000 naik menjadi USD. 562.154.306 pada tahun 2005. Impor melalui pelabuhan-pelabuhan utama di Provinsi Banten lebih mendominasi daripada ekspor, baik dari sisi volume maupun nilainya. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2005 rata-rata volume impor telah mencapai 6.888.500 Ton dengan volume terbesar pada tahun 2004 yang mencapai 10.199.949 Ton. Sedangkan nilai ekspor rata-rata adalah US$ 2.127.659.343 dan US$ 3.581.975.185, dengan laju pertumbuhan volume dan nilai impor rata-rata per tahun (2000-2005) masing-masing sebesar 11,84% dan 14,96%.

Hingga tahun 2004 terdapat 29 jenis komoditi ekspor melalui pelabuhan-pelabuhan utama di Provinsi Banten. Berdasarkan volume dan nilai ekspor atas seluruh komoditi tersebut, menunjukkan kesenjangan yang sangat tinggi, yang ditunjukkan oleh dominasi bahan kimia organik, besi dan baja, serta kertas, barang dari pulp/kertas dengan persentase volume ekspor masing-masing 38,71%, 31,40% dan 15,97%, serta dengan nilai ekspor masing-masing 47,15%, 23,30% dan 17,51%. Bahan kimia anorganik dan aneka produk kimia meskipun dengan volume dan nilai yang cukup jauh dari komoditi diatas, namun masih memiliki persentase volume dan nilai ekspor yang berkisar antara 2 sampai 5%. Sedangkan 24 komoditi lainnya hanya memiliki persentase volume dan nilai ekspor rata-rata di bawah 1,06%.

Hingga tahun 2004 terdapat 369 pasar, yang terdiri dari 197 pasar dengan bangunan, 150 pasar tanpa bangunan, dan 22 pasar hewan. Di Kota dan Kabupaten Tangerang, jumlah pasar per kecamatan sudah telah mencapai 4-5 pasar/kecamatan atau setiap pasar melayani 2-3 desa/kelurahan, sedangkan di Kota Cilegon, Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak baru mencapai 2-3 pasar/kecamatan atau setiap pasar melayani 4-6 desa/kelurahan. Hasil produksi lokal belum diserap secara optimal, dimana kondisi tersebut setidaknya dapat ditunjukkan dengan cukup tingginya laju inflasi di Kota Serang/Cilegon pada tahun 2003 (5,21%) dan 2004 (6,40%) yang lebih besar dari laju inflasi nasional (tahun 2003 sebesar 5,06% dan tahun 2004 sebesar 6,36%).

D. Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Sampai dengan tahun 2004 jumlah koperasi mencapai 5.001 unit dengan jumlah anggota sebanyak 737.543 orang. Berdasarkan jumlah tersebut, koperasi yang masih aktif hanya sebesar 3.261 unit atau hanya sekitar 65,21%, namun baru sekitar 74,49% unit koperasi aktif yang memiliki manajer koperasi. Persentase jumlah koperasi non aktif semakin membesar dari 31,26% (1.489 unit) pada tahun 2003 menjadi 34,79% (1.740 unit) pada tahun 2004. Selanjutnya, jumlah SHU yang dihasilkan dalam kurun waktu 2002-2004 juga mengalami penurunan dari sekitar Rp. 71,60 milyar menjadi Rp. 51,12 milyar, atau
dengan tingkat penurunan 28,60%.

Hingga tahun 2004 industri kecil di Provinsi Banten berjumlah 23.789 unit, sedangkan industri kerajinan 33.446 unit. Berdasarkan jumlah SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) yang diberikan pada tahun 2004 menunjukkan legalitas usaha industri kecil dan kerajinan baru mencapai sekitar 22,15%. Industri kecil sebagian besar tersebar di Kabupaten Lebak (13.097 unit), sedangkan industri kerajinan paling berkembang di Kabupaten Tangerang (14.449 unit). Berbagai permasalahan yang diperkirakan masih dihadapi oleh UMKM di Provinsi Banten adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM; keterbatasan akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar; produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas; peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.

O Luas panen dan produksi budidaya padi dari 338.666 ha dan 1.468.765 ton atau dengan tingkat produksi per hektar mencapai 4,34 ton/ha pada tahun 2002 telah berkembang menjadi 364.721 ha dan 1.812.495 ton atau dengan tingkat produksi per hektar mencapai 49,7 ton/ha hingga tahun 2005. Bila mengacu pada pola perkembangannya, pada tahun 2005 dan 2006 tingkat produksi per hektar diperkirakan tetap meningkat meskipun dengan kecenderungan melambat. Praktek budidaya selama kurun waktu 2002-2004 semakin membaik (intensif), sebagaimana tercermin dari laju pertumbuhan produksi rata-rata yang lebih tinggi (11,16% per tahun) dari laju pertumbuhan luas panen rata-rata (2,33% per tahun) atau dengan rasio 4,78 (apabila nilai rasio > 1 maka kecenderungannya intensifikasi, dan apabila nilai rasio < 1 maka kecenderungannya ekstensifikasi).
Meskipun rata-rata laju pertumbuhan kinerja produksi per luas panen untuk seluruh jenis tanaman palawija yang diusahakan meningkat, namun pola dan praktek produksi palawija relatif belum bertumbuhkembang, dimana dengan laju pertumbuhan rata-rata luas panen yang cukup baik (2,48% per tahun) namun peningkatan laju pertumbuhan rata-rata produksi hanya sebesar 4,08% per tahun, atau dengan rasio yang hanya mencapai 1,64. Diantara berbagai jenis tanaman palawija yang diusahakan, hanya ubi kayu dan kacang kedelai yang memiliki rasio laju pertumbuhan produksi rata-rata berbanding laju pertumbuhan luas panen rata-rata di atas angka 1 (masing-masing 1,41 dan 6,75).

Secara rata-rata luas panen untuk jenis tanaman sayuran yang diusahakan mengalami peningkatan dari 13.777 ha pada tahun 2002 menjadi 19.095,13 ha hingga tahun 2005. Namun dalam kurun waktu yang sama, produktifitas untuk jenis tanaman sayuran yang diusahakan semakin menurun, dimana berdasarkan kapasitas produksi per luas panen dari 59,71 ton/ha pada tahun 2002 menjadi 7,51 ton/ha pada tahun 2005. Penurunan tersebut antara lain disebabkan oleh perubahan variasi minat petani terhadap jenis tanaman yang diusahakan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan luas panen dalam kurun waktu 2002-2004 bergerak pada angka 17,75% per tahun, namun laju pertumbuhan produksi justeru berada pada posisi -0,73% per tahun.

Budidaya ternak di Provinsi Banten meliputi jenis budidaya sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda, kambing, domba dan babi. Secara keseluruhan, jumlah populasi ternak yang dibudidayakan semakin meningkat antara tahun 2002-2004 dengan rata-rata laju pertumbuhan jumlah dan jenis populasi sebesar 24,97% per tahun. Persediaan (stock) ternak untuk kebutuhan konsumsi daging pada tahun 2004 dibandingkan dengan jumlah ternak yang dipotong menunjukkan sisi penyediaan yang sudah sangat memadai. Khusus untuk ternak sapi, jumlah populasi ternak yang tersedia pada tahun 2004 hanya 24,25% terhadap jumlah ternak yang dipotong, sehingga dalam penyediaan kebutuhan konsumsi sebagian besar masih didatangkan dari luar.

Populasi ternak unggas di Provinsi Banten dalam kurun waktu 2002-2005 mengalami peningkatan dengan rata-rata laju pertumbuhan jumlah untuk seluruh jenis sebesar 16,70%, yang meliputi ayam buras, ayam ras (pedaging dan petelur) serta itik. Sedangkan untuk produksi ternak unggas, walaupun secara keseluruhan masih memiliki rata-rata laju pertumbuhan produksi sebesar 14,79%, namun untuk produksi ternak yang menghasilkan daging (ayam buras dan ayam pedaging) setiap tahunnnya mengalami penurunan. Pada tahun 2005-2006 diperkirakan populasi dan produksi unggas mengalami penurunan seiring dengan merebaknya kasus flu burung yang menyebabkan adanya kegiatan pemusnahan unggas maupun penurunan diakibatkan kekhawatiran masyarakat dalam mengkonsumsi daging unggas.

Nilai tambah komoditas ini masih rendah karena pada umumnya pemasaran atau ekspor dilakukan dalam bentuk segar (produk primer) dan olahan sederhana. Perkembangan industri hasil pertanian belum optimal, ditunjukkan oleh rendahnya tingkat utilisasi industri hasil pertanian dan perikanan. Peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui proses pengolahan memerlukan investasi dan teknologi pengolahan yang lebih modern. Kondisi ini diperberat oleh semakin tingginya persaingan produk dari luar negeri, baik yang masuk melalui jalur legal maupun ilegal. Perkembangan dalam tiga tahun terakhir, Indonesia sudah menjadi importir netto untuk komoditas tanaman bahan makanan, hasil ternak dan pakan ternak, beras, jagung, dan gula.

Pendapatan per kapita petani/nelayan dan masyarakat di sekitar hutan di Provinsi Banten dari sekitar Rp. 6.538.232 per kapita/tahun pada tahun 2002 meningkat menjadi Rp. 8.004.179 per kapita/tahun hingga tahun 2005, dan bila melihat rata-rata pengeluaran per kapita per bulan pada tahun 2005 yang sebesar Rp. 1.956.287 per kapita/bulan tentunya pendapatan petani masih jauh tertinggal (Rp. 667.015 per kapita/bulan). Selanjutnya, sebagian besar kelompok masyarakat ini termasuk golongan miskin dengan usaha pertanian, perikanan dan kehutanan, yang masih tradisional dan bersifat subsisten.

tugas

PROTOTIPE PEMANFAATAN SIG
UNTUK PENGELOLAAN KAWASAN TAMBAK
(Studi Kasus : Kabupaten Serang)
oleh: Akhmad Riqqi ST, MSi* dan Dr. Noorsalam R Nganro**
ABSTRAK
Dalam upaya mengelola kawasan yang berwawasan lingkungan, diperlukan berbagai informasi yang
terkait dengan kawasan tersebut. Penelitian ini mencoba untuk mengembangkan prototipe sistem informasi
geografik (SIG) untuk mengelola kawasan pesisir dengan kasus pengelolaan kawasan tambak di Kabupaten
Serang, Jawa Barat.
Dalam proses mengembangkan SIG, terlebih dahulu digambarkan model ekosistem pesisir yang
memuat berbagai tata guna lahan yang berada di daerah aliran sungai dan kawasan pesisir. Kemudian,
informasi-informasi tersebut dianalisis dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis kesesuaian
lahan (suitability analysis) dan analisis keberlanjutan (sustainablity analysis). Dengen menggunakan
analisis kesesuaian lahan diketahui bahwa hampir seluruh kawasan tambak yang ada di daerah pesisir
Kabupaten Serang cocok untuk pertambakan (8500 Ha). Namun dengan analisis keberlanjutan ternyata
hanya 19 % (1600 Ha ) dari kawasan tersebut yang dapat dinyatakan sebagai kawasan tambak yang dapat
berkelanjutan untuk digunakan sebagai kawasan budidaya di Kabupaten Serang.
ABSTRACT
In order to manage the area or region environmentally sound. It is necessary to need the integrated
information related to the area. This research is trying to develop a prototype of geographic information
system (GIS) for managing coastal area with special aim to manage coastal aquaculture area in Serang
Regency, West java.
In the process of constructing the GIS, the coastal ecosystem model has been first described which
consists of landuses along watershed area and in coastal area. Then, those geographic information were
analysed in two approaches i.e suitability analysis and sustainability analysis. The result of analysis using
the suitability analysis shows that almost the whole coastal areas in Serang Regency are suitable for
aquaculture (±8500 Ha). However, when using the sustainability analysis shows that only about 19 %
(±1600 Ha ) of the coastal area are considered environmentally sustainable for aquaculture in Serang
Regency.
Pendahuluan
Pertambakan udang di Indonesia pada
tahun 1995-1997 mengalami malapetaka
produktivitas yang rendah karena tingginya
mortalitas. Akibatnya pada awal tahun 1997
diperkirakan hanya 10-15% luas tambak semiintensif
dan intensif yang beroperasi (6) .
Terjadinya penurunan produksi udang secara
nasional, menurut para petani tambak dan para
pakar perikanan, diakibatkan oleh adanya
penurunan kualitas air yang dimanfaatkan oleh
tambak (6). Pendapat lain mengatakan bahwa
penyebab penurunan produksi tambak udang
nasional adalah masalah teknis dan non-teknis
yang terutama berkaitan erat dengan pengelolaan
kawasan pantai yang kurang mengindahkan
daya dukung (1).
Perencanaan kawasan tambak selama ini
dilakukan dengan hanya melihat kondisi mikro
untuk kesesuaian lahan untuk tambak, tidak
melihat kondisi wilayah secara makro. Oleh
karenanya diperlukan suatu pendekatan baru
dalam suatu perencanaan yaitu metode
perencanaan secara ekologis (ecological planning
methode). Perencanaan secara ekologis adalah
perencanaan yang memanfaatkan informasi
biofisik dan sosiokultur untuk melihat suatu
peluang dan membantu pembuatan keputusan
mengenai penatagunaan lahan (10).
Produksi hayati laut Indonesia secara alami
sangat ditentukan oleh kondisi kelangsungan
fungsi ekosistem mangrove, ekosistem terumbu
karang, dan ekosistem lamun rumput laut. Ketiga
interaksi ekosistem ini merupakan ciri ekosistem
perairan laut tropis yang memberikan kontribusi
2
penting terhadap tingginya kekayaan
keanekaragaman hayati laut (4,6, 9).
Oleh karena itu diperlukan suatu sistem
informasi yang dapat menggambarkan kondisi
lingkungan dan sektor-sektor kegiatan secara
menyeluruh. Dengan dikembangkannya sistem
informasi geografik untuk kawasan pertambakan,
diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
para pengambil keputusan dan pengelola tambak
dalam mengelola lingkungannya agar kawasan
tambak dapat berproduksi secara berkelanjutan.
Dalam penelitian telah dikembangkan prototipe
pemanfaatan sistem informasi geografik untuk
pengelolaan kawasan tambak dan penyusunan
data dasar dalam sistem informasi geografik
pengelolaan wilayah pesisir, khususnya kawasan
tambak dengan studi kasus Kab. Serang. Serta
pengembangkan analisis untuk wilayah pesisir
dan kelautan dalam pengelolaan kawasan tambak
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Materi dan Metode
Deskripsi Wilayah dan Waktu Penelitian
Kawasan tambak di Kabupaten Serang
secara geografis berada pada 600.14’ LS 10605,6’
BT dan 5057.51’ LS 106024,95’ BT. Kawasan
tambak ini memiliki luas 8.531 Ha dan berada di
sepanjang pantai teluk Banten mulai dari ujung
selatan Kecamatan Bojonegoro, Kecamatan
Kramatwatu, Kecamatan Kasemen, Kecamatan
Pontang, dan Kecamatan Tirtayasa.
Waktu penelitian dilaksanakan antara bulan
April sampai dengan bulan Juli 2000 untuk
pengumpulan data peninjauan lapangan dan bulan
Juli sampai dengan Nopember 2000 untuk
pengembangan sistem informasi geografik,
termasuk pengembangan model untuk analisis.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder dilakukan
untuk memberikan masukan ke dalam sistem
informasi geografik, baik itu data spasial maupun
data atribut
Analisis dengan SIG
Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis kesesuaian (suitability analysis)
lahan dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian
suatu lokasi tambak dengan menggunakan konsep
evaluasi lahan (8). Hal ini akan ditinjau beberapa
kriteria fisik yang secara ekologi merupakan
persyaratan kelayakan dalam budidaya tambak
udang. Dalam menentukan tingkat kesesuaian
lahan pantai untuk budidaya tambak ditentukan
dengan metode skoring atau metode Weight
Linier Combination dengan mengambil beberapa
parameter serta pembobotan dalam menentukan
tingkat kesesuaiannya menurut Soebiantoro
(1990) (9).
Analisis Keberlanjutan Lahan
Analisis keberkelanjutan (sustainability analysis)
lahan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
mengenai pengelolaan tambak agar produksi
udang dapat dipertahankan dan dapat memberikan
manfaat secara sosial dan ekonomi. Analisis ini
secara spasial akan dikaitkan dengan keterkaitan
hubungan air (water related), hutan mangrove dan
ekosistem lainnya di wilayah pesisir (vegetation
& wildlife interest), dan tata guna tanah. Dalam
mengembangkan model sustainability analysis
dilakukan dengan pendekatan model struktur
hirarki (hierarchiecal structure) (4,7) dan untuk
standarisasi data/kriteria menggunakan metode
revise probability (7) dan Group Decision Making
(GDM) dalam pembobotannya(7).
Skenario Pola Pengelolaan
Pola pengelolaan dibuat berdasarkan hasil
yang diperoleh dari analisis kebelanjutan lahan.
Tindakan pengelolaan bisa diimplementasikan
dalam bentuk perencanaan pengelolaan maupun
program kerja pengelolaan. Dalam
mengimplementasikan pola pengelolaan dalam
SIG dilakukan dengan menggunakan skenario
what if (2).
Hasil dan Pembahasan
Hasil Analisis Kesesuaian Lahan
Berdasarkan hasil pengolahan data spasial
dengan menggunakan teknik overlay bertingkat
dari 6 peta tematik diperoleh 2970 unit lahan
untuk seluruh Kab. Serang dengan berbagai sifat
tanah dan air (Gambar 1). Berdasarkan kelas
kesesuaian hanya 37 unit lahan yang dapat
dijadikan daerah pertambakan.
3
Ke-tigapuluh tujuh unit lahan ini berada
pada kawasan Teluk Banten dari Kecamatan
Bojonegoro sebelah selatan hingga Kecamatan
Tirtayasa yang berbatasan dengan Kab.
Tanggerang (Gambar 2). Diperoleh luas lahan
yang sesuai untuk budidaya tambak adalah
8.237,6 Ha (32 unit lahan), sedangkan lahan yang
kesesuaianya marginal seluas 293,3 Ha (5 unit
lahan).
Dari hasil ini dapat dikemukakan bahwa
perencanaan daerah Kab. Serang yang tertuang
dalam rencana induk tata ruang Kab. Serang,
untuk kawasan tambak / budidaya perikanan
sudah sesuai dengan kondisi dan kesesuaian
secara mikro. Tetapi, untuk mengembangkan
kawasan tersebut sebagai kawasan tambak harus
memperhatikan hasil analisis keberlanjutan lahan.
Hasil Analisis Keberlanjutan Lahan
Ekologi
Peta yang dihasilkan dari analisis
sustainability (Gambar 3) memperlihatkan hasil
yang berbeda dengan analisis suitability. Hasil
analisis menunjukan bahwa tidak seluruh kawasan
tambak yang cocok untuk pertambakan dapat
dijadikan lahan tambak karena adanya pengaruh
kawasan lain.
Secara ekologi, kawasan tambak sebelah
barat akan mengalami ancaman dengan
berkembangnya daerah industri di Bojonegoro.
Dari rencana induk Kab. Serang, bagian pesisir
Kecamatan Bojonegoro merupakan Zona Industri
dan data perizinan industri tahun 1998
menunjukan bahwa sepanjang pantai telah ada
izin untuk perindustrian hingga ke Kecamatan
Kramatwatu. Keterancaman secara ekologi
kawasan tambak ini sampai ke desa Sawah Luhur.
Dalam kawasan tambak, unit lahan yang
memiliki keunggulan secara ekologi
dibandingkan unit lahan lainnya adalah unit lahan
yang berada di Kecamatan Kasemen, sebelah
timur Desa Sawah Luhur dan Kecamatan Pontang
sebelah barat. Unit lahan ini dekat dengan
kawasan hutan mangrove Pulodua.
Selain lokasi diatas, pada hasil analisis
diperoleh bahwa daerah muara sungai Ciujung
diperoleh memiliki potensi untuk dijadikan
kawasan tambak, secara ekologi. Tetapi
didasarkan pada hasil survey lapangan, menurut
petambak di Kec. Tirtayasa, tambak mereka
mengalami penurunan produksi dan kegagalan
panen yang diakibatkan oleh adanya kawasan
industri di Kab. Tanggerang. Kontradiksi antara
hasil analisis dan kenyataan di lapangan,
diakibatkan kekurangan data pada daerah aliran
sungai Ciujung.
Kawasan tambak yang berada di Kec.
Pontang sebelah utara dan Kec. Tirtayasa
merupakan kawasan tambak yang potensial
dikembangkan, tetapi memiliki kelemahan secara
ekologi.
Daerah Pasang Surut
Kualitas Air thn 2000
Jenis Tanah
Kelerengan
Iklim
Hidrogeologi
Legenda :
Hasil Overlay
untuk Kesesuaian lahan
U
Gambar 1. Hasil Overlay Bertingkat
PPanjang
Ci Ujung
PDua
Teluk Banten
TidakSesuai
Marginal
Sesuai
Legenda :
Kab. Serang
Tl. Banten
Lokasi
Gambar.2 Hasil Analisis Kesesuaian Lahan
Kec.
Bojonegoro
Kec.
KramatWatu
Kec. Kasemen
Kec. Pontang
Kec. Tirtayasa
P. Panjang
Tl. Banten
Pulodua
Strength
Weakness
Opportunity
Threaten
Keterangan :
Lokasi
Kab. Serang
Tl. Banten
Gbr .3 Hasil Analisis Keberlanjutan Lahan secara Ekologi
4
Sosial Ekonomi
Hasil menunjukan (Gambar 4) bahwa
kawasan tambak sebelah barat akan mengalami
ancaman secara sosial ekonomi. Ancaman ini
dapat berupa berkurangnya tenaga kerja karena
dekat dengan kawasan industri dan segi
keamanan. Kawasan tambak yang mengalami
ancaman yaitu kawasan tambak yang berada di
Kec. Bojonegara dan Kec. Kramatwatu.
Sedangkan untuk kawasan lain yang berada
di Kec. Kasemen, Kec. Pontang, dan Kec.
Tirtayasa secara sosial ekonomi memiliki
kelemahan, dikarenakan sulit dijangkau dan jauh
dari pusat kota.
Pola Pengelolaan
Dari hasil analisis keberlanjutan lahan maka
diperoleh hasil untuk pola pengelolaan pada
masing-masing unit lahan. Hasilnya secara spasial
dapat dilihat pada Gambar 5.
Tampak dari Gambar 5 bahwa untuk kawasan
tambak di Kecamatan Bojonegoro dan Kecamatan
Kramat Watu (huruf A), pola pengelolaan
menyarankan untuk tidak dijadikan pertambakan
akan tetapi dialih fungsikan menjadi fungsi lahan
yang memiliki fungsi sosial seperti penghijauan
kembali lahan pantai.
Pada kawasan tambak di sebagian Kecamatan
Kramat Watu yang berbatasan dengan Kecamatan
Kasemen dan sebagian kawasan tambak yang
berada di Kecamatan Kasemen (huruf B),
memiliki potensi secara sosial ekonomi karena
memang daerah ini dekat dengan pasar yaitu
pelabuhan Banten. Tetapi, apabila daerah ini
dijadikan pertambakan akan memiliki ancaman
yang berat dengan adanya limbah dari kota
Serang sebab di daerah ini bermuara beberapa
sungai yang melewati kota Serang.
Di kawasan tambak yang berada dekat
dengan Pulodua, baik itu yang berada di
Kecamatan Kasemen maupaun di Kecamatan
Pontang, merupakan kawasan tambak yang
potensial untuk di jadikan kawasan pertambakan.
Untuk daerah sebelah barat Pulodua (huruf C) dan
sebelah timur (huruf F) merupakan potensi untuk
dijadikan daerah cadangan untuk perluasan
pertambakan. Sedangkan untuk daerah yang dekat
dengan Pulodua (huruf D) merupakan daerah
yang baik untuk dijadikan kawasan pertambakan,
tetapi dengan tetap mempertahankan keberadaan
hutan mangrove di daerah tersebut dan yang perlu
dikembangkan adalah infrastruktur untuk
pertambakan seperti halnya jaringan jalan, karena
daerah ini sulit dijangkau dengan kendaraan.
Sedangkan kawasan tambak yang berada
Kecamatan Kasemen dan Kecamatan Pontang
sebelah selatan (huruf E) merupakan daerah yang
baik untuk dijadikan lahan pertambakan, karena
memiliki aksesibilitas yang baik dan secara
ekologi mendukung. Di daerah ini terdapat
perusahaan tambak yaitu PT. Indokor Tatamina di
Desa Kemayungan, Kec. Pontang.
Di kawasan tambak yang berada di
Kecamatan Pontang yang berada di Tanjung
Pontang (huruf G) merupakan daerah yang sulit
untuk mendapatkan air tawar dan sulit dijangkau
dengan kendaraan, sehingga pembangunan
tambak di kawasan ini akan memerlukan modal
yang besar serta perlu adanya usaha untuk
meningkatkan daya dukung lingkungannya.
Kawasan tambak yang berada di
Kecamatan Tirtayasa, tepatnya daerah di sekitar
Desa Lontar (huruf H) merupakan daerah yang
perekonomiannya cukup baik dari hasil perikanan
tangkap, daerah ini kurang baik untuk dijadikan
kawasan tambak karena secara ekologi kurang
mendukung. Pantai yang ada didaerah ini bukan
merupakan pantai hasil endapan (aluvial) dan
Tl. Banten
Kab. Serang
Kec. Bojonegoro
Kec. Kasemen
Kec. Tirtayasa
Kec.
KramatWatu Kec. Pontang
P. Panjang
Pulodua
Strength
Weakness
Opportunity
Threaten
Keterangan
Lokasi
Kab. Serang
Tl. Banten
Gambar 4 Hasil Analisis Keberlanjutan Lahan secara
Sosial Ekonomi
Gambar 5 Pola Pengelolaan
Kec.
Bojonegoro
Kec.
KramatWatu
Kec. Kasemen
Kec. Pontang
Kec. Tirtayasa
Tl. Banten
P. Panjang
Pulodua
Pola Pengelolaan 1
Keterangan :
Pola Pengelolaan 4
Pola Pengelolaan 3
Pola Pengelolaan 2
Pola Pengelolaan 5
Pola Pengelolaan 8
Pola Pengelolaan 7
Pola Pengelolaan 6
A
B
E
C
D
G
F
H
I
J
5
tidak ada sungai yang bermuara di daerah ini.
Sedangkan daerah yang berada di Desa Tirtayasa
(huruf I) merupakan daerah hasil endapan dan
merupakan muara sungai besar yaitu Ci Ujung.
Merupakan daerah yang cocok untuk
pertambakan, tetapi perlu diperhatikan bahwa Ci
Ujung merupakan sungai yang menjadi muara
untuk beberapa kawasan industri di Kabupaten
Tanggerang.
Kawasan tambak yang berada paling timur
di Kecamatan Tirtayasa (huruf J) merupakan
kawasan yang potensial secara ekologi untuk
dijadikan kawasan tambak, tetapi secara sosial
ekonomi kurang. Program yang perlu dilakukan
pada daerah ini adalah pengembangan
infrastruktur untuk mendukung usaha
pertambakan dan usaha peningkatan daya dukung
dengan program penghijauan lahan pantai dengan
mangrove.
Kesimpulan
Dari hasil analisis yang dikembangkan
dapat dibuat beberapa kesimpulan :
a. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan,
kawasan pertambakan di daerah Teluk Banten,
pada umumnya cocok untuk dijadikan
kawasan pertambakan.
b. Berdasarkan analisis keberlanjutan lahan,
dapat dikemukakan bahwa:
•Kawasan tambak Teluk Banten
sebelah barat akan mengalami tantangan
yang berat oleh karena adanya
perkembangan industri dan pemukiman.
•Kawasan tambak yang baik adalah pada
kawasan tambak yang berada di sekitar
Pulau Dua dan kawasan yang berada
pada muara Sungai Ciujung Lama dan
Sungai Ciujung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad, T., 1998. Perbaikan Produktifitas
Lahan Tambak Secara Alami. Prosiding
Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I.
LIPI. Jakarta. p 85 – 97.
2. Bukley, J.D., 1999. The GIS Primer : An
Introduction to Geographic Infromation
Systems. Innovative GIS Solution, Inc.
3. Mann K.H.,1982. Ecology of Coastal Waters:
A System Approach. Blackwell Scientific
Publications. Oxford. UK.
4. Malczewski, J.,1999. GIS and Multicriteria
Decision Analysis. JohnWiley & Sons. New
York.
5. Nganro, N., 1998. Pengelolaan Kualitas Air
pada Sistem Aquakultur di Perairan Pesisir.
Prosiding Seminar : Tantangan dan Prospek
Hayati dalam Meningkatkan Ketahanan
Ekonomi Nasional, ITB. p 123-133.
6. Nganro, N. dan Sjarmidi, A., 2000.
Paradigma dan Alternatif Pengelolaan
Ekosistem Pesisir dan Laut di Indonesia.
Makalah Seminar Pemikiran ITB dalam
Pengembangan Kelautan di Indonesia. ITB.
Bandung.
7. Saaty, T.L., 1980. The Analytical Hierarchy
Process. McGraw-Hill.New York.
8. Sitorus, S.R.P., 1996. Evaluasi Sumber Daya
Lahan. Tarsito. Bandung.
9. Soebianto, B., 1990. The Detailed Design of
Improvements of Brackishwater Ponds
Water Supply in Pinrang and Barru Districs
South Sulawesi Province. Report. Jakarta.
10. Steiner, F.R., 1991. The Living Landscape:
An Ecological Approach to Landscape
Planning. Mc-Graw Hill. New York.
11. Unesco, 1983. Coral Reef, Seagrass Beds and
Mangroves : Their Interaction in Coastal
Zones of the Caribbean. Unesco Report in
Marine Science 23. Division of Marine
Science Unesco. Paris

Jumat, 16 April 2010

tugas praktek


KERINDUAN ABADI

Mencoba lepaskan beban
Kutulis sebait lagu tentang kerinduan
Terpendam dibatas jarak yang memisahkan
Jujur ingin aku bertemu

Mencoba lukiskan bayang
Selintas wajah gadis yang kurindukan
Di awan kugoreskan imaji dan bisikkan
Tetap setia padaku

Betapa berarti
Sesaat pertemuan kita
Obati rindu sekian waktu lamanya
Hanya hati
Setia pada cinta dijiwa
Kan membawa ini jadi selamanya

Rabu, 10 Maret 2010

Rabu, 03 Maret 2010

Senin, 01 Maret 2010

AKU HARUS JUJUR

[intro] Em C D 2x

Em Am D G
maafkan kali ini aku harus jujur
Em Am D G
kau harus tau siapa aku sebenarnya
B Em
terfikir dalam benakku
D C Bm Am
tentang cinta terlarang selama ini kupendam


Em Am D G
jangan salahkan keadaan ini sayang
Em Am D G
semua adalah keterbasanku saja
B Em
tak mampu menjadi yang kau mau
D C B
aku mencoba dan aku tak mampu

[chorus]
C D
tak bisa lagi mencintaimu
G D/F# Em
dengan sisi lainku
Am Bm
aku tak sanggup menjadi biasa
C D
aku tak sanggup
C D
tak ada satupun yang mungkin bisa
Bm Em
terima kau seperti aku
Am Bm
kumohon jangan salahkan aku lagi
C D
ini aku yang sebenarnya

[int] Em D/F# C Bm Am G Am A# B

B Em
tak mampu menjadi yang kau mau
D C B
aku mencoba dan aku tak mampu

[solo] E C#m G#m F#m B
Am B

[chorus]
C D
tak bisa lagi mencintaimu
G D/F# Em
dengan sisi lainku
Am Bm
aku tak sanggup menjadi biasa
C D
aku tak sanggup
C D
tak ada satupun yang mungkin bisa
Bm Em
terima kau seperti aku
Am Bm
kumohon jangan salahkan aku lagi
C
ini aku

Em Am D G
maafkan kali ini aku harus jujur

Senin, 22 Februari 2010

Messi Bertekad Cetak Sejarah Liga Champions

BARCELONA, KOMPAS.com - Penyerang Barcelona, Lionel Messi, bertekad membuat sejarah baru di Liga Champions yakni memenanginya dua kali berturut-turut.

Sejak format Piala Champions diubah menjadi Liga Champions pada 1992 memang belum pernah ada klub yang mampu jadi juara dua kali secara beruntun. Messi ingin membawa Barcelona mengubah tradisi itu.

Ia mengaku penasaran dan ingin mencobanya tahun ini. "Akan sangat menyenangkan menjadi tim pertama yang memenangkan Liga Champions dua kali berturut-turut. Kita lihat saja apakah kami mampu melakukannya," kata Messi.

Messi optimistis bisa mengukir sejarah itu karena timnya memiliki pemain-pemain yang bagus. "Kami telah membuat sejarah dan kami tidak ingin berhenti di sini. Kami punya tim yang bagus dan kami harus memanfaatkannya. Semua pemain merasakan hal yang sama. Ini adalah waktu yang spesial bagi skuad dan staf pelatih."

"Jika kami tetap bekerja keras, selangkah demi selangkah, kami akan mendapatkan prestasi yang lebih banyak," tambahnya.

Barcelona sendiri saat ini masih berada di babak perdelapan final Liga Champions. Lionel Messi dkk akan tandang ke Vfb Stuttgart, Selasa (23/2/2010).